Kubik Leadership

Anak Kita dan Burung Pecuk

Anak Kita dan Burung Pecuk

Oleh : Hery Suherman, trainer Kubik

Ada hal yang menarik perhatian saya, ketika menonton saluran TV Kabel program National Geographic, beberapa waktu yang lalu. Saat itu sedang ditayangkan tentang kehidupan koloni burung laut jenis Pecuk. Secara apik, Nat-Geo menceritakan burung laut ini, mulai dari lingkungan, cara hidup, mencari makan, sampai kehidupan anak anaknya. Kesemuanya mengajarkan suatu pelajaran hidup yang luar biasa.

Anak Kita dan Burung PecukBurung Pecuk (Cormorant Birds) adalah salah satu jenis Burung Laut. Artinya lingkungan kehidupannya berada disekitar laut/pantai. Banyak jenis Burung Pecuk, dan saat itu yang ditayangkan adalah jenis Burung Pecuk Hitam. Selain dari bulu-nya yang berwarna hitam, juga mempunyai ciri khas tersendiri, seperti yang akan diceritakan berikutnya. Dalam tulisan ini ketika disebut Burung Pecuk, adalah kenis Burung Pecuk Hitam.

Hidup burung ini berkoloni di tepian pantai. Beribu-ribu burung memenuhi lapangan pasir tepi pantai itu, sehingga pantai tersebut dari jauh seperti hamparan hitam. Dan jika didekati ternyata tampak burung Pecuk sedang berada di kelompoknya masing masing. Walaupun terdapat ribuan burung yang sejenis, namun jika seekor burung yang pulang sehabis mencari makan, tidak boleh salah kelompok. Jika kesalahan ini terjadi, maka ia akan diusir oleh burung yang bukan kelompoknya itu.

Burung ini makanan utamanya adalah ikan di laut. Cara mencari makannya dengan cara terbang berputar di atas ombak, dan saat terlihat mangsa di dalam air, sang burung langsung menukik ke dalam air laut, menggigit mangsa, dan lalu keluar lagi dari dalam air dengan membawa mangsa (ikan) di antara kedua paruhnya, dan lalu kemudian ditelan masuk ke dalam temboloknya. Begitu seterusnya dilakukan berulang-ulang.

[fusion_builder_container hundred_percent=”yes” overflow=”visible”][fusion_builder_row][fusion_builder_column type=”1_1″ background_position=”left top” background_color=”” border_size=”” border_color=”” border_style=”solid” spacing=”yes” background_image=”” background_repeat=”no-repeat” padding=”” margin_top=”0px” margin_bottom=”0px” class=”” id=”” animation_type=”” animation_speed=”0.3″ animation_direction=”left” hide_on_mobile=”no” center_content=”no” min_height=”none”][nextpage]

Yang paling menarik perhatian saya adalah cara burung itu “mendidik” anak-anaknya. Saya rasa ini menjadi inspirasi yang diperlihatkan oleh alam. Anak-anak burung pecuk yang belum bisa terbang itu mendapat makan dengan cara “merogoh” ikan di-tembolok sang induk dengan menggunakan paruhnya. Terlihat anak-anak burung itu berebut memasukkan kepalanya ke dalam mulut induk.

Setelah besar badan sang anak sama seperti induknya, dan anggota badannya telah berkembang dengan sempurna, maka kemudian sang induk tidak menyisakan ikan lagi di tembolok buat anak-anaknya. Walaupun sang anak memasukkan kepala jauh kedalam kerongkongan induknya, tidak ditemui lagi makanan (ikan), disana. Inilah awal perjuangan Burung Pecuk.

Apa yang dilakukan sang anak? Sekarang dia pergi ke sebuah dataran agak tinggi persis pinggir air. Dia sekarang sudah menjadi burung pecuk dewasa, mencari sendiri ikan di dalam laut. Sejenak dia tampak seperti ragu untuk memulai terbang. Namun tidak ada pilihan lain, jika tidak terbang dia akan mati, karena sang induk tidak lagi menyediakan makanan untuknya, dan terbang pun bukan merupakan perkara yang mudah baginya.

Keputusannya sang anak burung itu memilih terbang! Dan apa yang terjadi? Sebagian gagal terbang, dan jatuh ke dalam laut, yang di sana sudah menunggu pemangsa yang akan menyantapnya. Sebagian lagi terbang beberapa kepak, sebelum akhirnya jatuh dan digulung ombak, lalu mati. Sebagian lagi dapat terbang seperti induknya, dan mencoba menukikan badannya masuk ke dalam air untuk menangkap ikan. Ada yang gagal pada tukikan pertama, namun seiring dengan waktu mereka berhasil sebagai Burung Pecuk Dewasa.

[nextpage]

Apa pelajaran yang dapat dipetik dari kejadian tersebut sodara-sodara? Ya, kalau kita tarik ke wilayah domestik keluarga kita, tidak selamanya anak-anak akan hidup bersama orang tuanya. Mereka akan mengalami hidup mandiri. Dan ini bisa dilatihkan saat mereka beranjak dewasa. Boleh jadi sebagian orang tua hidup berkecukupan, bahkan lebih dari cukup. Namun sang anak secara artifisial (baca: dikondisikan), harus bisa “mencari ikan” sendiri.

Sebagai penutup, ijinkan saya menceritakan kehidupan satu hewan yang lain: kupu-kupu. Sebelum menjadi kupu-kupu, pastinya dia berasal dari ulat, lalu sang ulat bertapa didalam kepompong, setelah jadi kupu-kupu maka dia akan keluar dari lobang kecil dibawah kepompong. Susah payah ia keluar dari lobang kecil itu. Dan kalau kita “membantunya” dengan memperbesar lubang supaya kupu-kupu itu mudah keluar, maka sang kupu-kupu akan jatuh dan tidak akan pernah bisa terbang sepanjang hayatnya. Kenapa? Konon katanya, sang kupu-kupu keluar dengan susah payah dari lobang kecil di bawah kepompong itu, sekalian melatih otot-otot sayapnya. Dan jika kita memperbesar lubang, maka kesempatan dia melatih otot-ototnya tidak terbangun. Dan tidak akan pernah bisa terbang.

Demikian juga dengan anak-anak kita. Mereka harus belajar melatih “otot-otot terbangnya” supaya terlatih dan tidak termanjakan. Begitulah sodara-sodara, berbicara mengenai anak, jadi ingat anak-anak sendiri. Permisi ya saya mau menemui mereka. Salam untuk anak-anak Anda. Peluk mereka dengan hangat. Jangan lupa … peluk juga ibunya.

 

Informasi training: hubungi Murni di 021-781-3030 atau 082-111-999-022

Subscribe Video Motivasi Jamil Azzaini di Youtube Channel Kubik Leadership[/fusion_builder_column][/fusion_builder_row][/fusion_builder_container]



Leave a Reply

Jawab Hitungan Ini :
9 - 1 = ?
Reload

Open whatsapp
1
Klik Chat Disini
Kubik Leadership Whatsapp
Salam SuksesMulia,

Terima kasih telah mengunjungi Kubik Leadership - HR partners specializing in Leadership and Personal Development.

Ada yang bisa kami bantu untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis Anda?

klik icon whatsapp dibawah ini.