- 22/12/2022
- Posted by: Kubik Leadership
- Category: Articles

By Indrawan Nugroho, Founder Kubik Group
Tuntutan peran dan pekerjaan saat ini seringkali membuat kita harus melakukan banyak hal sekaligus, atau istilah kerennya adalah multi-tasking. Memang kehadiran teknologi memungkinkan kita melakukan itu. Bahkan aplikasi di komputer atau gadget kita (yang sedikit-sedikit keluar notifikasi itu) didesain agar kita melakukan multi-tasking. Namun tahukah Anda bahwa multi-tasking itu lebih banyak ruginya dibandingkan untungnya? Coba simak temuan ilmiah berikut ini.
Seorang ahli neurologi dari Massachusetts Institute of Technology, Professor Earl Miller menemukan bahwa otak sesungguhnya tidak bisa melakukan multitasking. Apa yang terlihat seperti multi-tasking itu sebenarnya adalah switching secara cepat diantara tugas-tugas yang dihadapinya. Dampaknya, memberikan stress yang jauh lebih besar pada otak.
Temuan di Vanderbilt University dengan menggunakan MRI mendukung gagasan itu. Ketika ada lebih dari satu tugas dikerjakan oleh seseorang, maka yang terjadi adalah penyumbatan kapasitas proses di otak, ibarat aliran energi melewati leher botol yang menyempit. Wajar kalau orang yang suka multi-tasking otaknya gampang nge-hang!
Gerald Weinberg, pakar psikologi pengembangan software komputer, melalui bukunya Quality Software Management: Systems Thinking, menemukan bahwa ketika kita menambahkan satu proyek di atas proyek lain, maka akan muncul waste atau kemubaziran, setidaknya mubazir waktu. Weinberg menghitung, kalau kita melakukan proyek kedua pada saat proyek pertama dikerjakan, kita kehilangan waktu 20%. Ketika proyek ketiga diambil, 50% waktu kita terbuang. Artinya ketika mencoba mengerjakan lebih banyak pekerjaan justru hasil yang didapat lebih sedikit!
[fusion_builder_container hundred_percent=”yes” overflow=”visible”][fusion_builder_row][fusion_builder_column type=”1_1″ background_position=”left top” background_color=”” border_size=”” border_color=”” border_style=”solid” spacing=”yes” background_image=”” background_repeat=”no-repeat” padding=”” margin_top=”0px” margin_bottom=”0px” class=”” id=”” animation_type=”” animation_speed=”0.3″ animation_direction=”left” hide_on_mobile=”no” center_content=”no” min_height=”none”][nextpage]
Dampak negatif lain dari multi-tasking ditemukan oleh The Institute of Psychiatry di Inggris yang menyatakan bahwa penggunaan teknologi yang berlebihan akan mengurangi tingkat kecerdasan pekerja. Mereka yang sering terganggu email masuk dan telepon, dilaporkan mengalami penurunan tingkat IQ hingga 10 poin atau lebih dari dua kali lipat penurunan IQ yang dialami oleh orang yang mengonsumsi mariyuana!
Lebih lanjut Gary Small, seorang neurolog dan penulis buku iBrain memperingatkan, kebiasaan multitasking bisa membuat kemampuan sosial seseorang, terutama anak-anak dan generasi muda, menjadi lemah. Berhubungan dengan orang lain menjadi hal yang sulit dan aneh, serta munculnya kecenderungan untuk salah mengartikan pesan yang disampaikan oleh orang lain. Dalam kacamata yang lebih luas, multitasking akan menghilangkan keistimewaan kita sebagai manusia. Diantaranya adalah rasa kasih sayang, perhatian, dan kepedulian pada sesama.
Nah tuh! Masih mau multi-tasking?
Mulai sekarang kelola pekerjaan Anda dengan lebih baik. Kerjakan satu pekerjaan di satu waktu. Pilah dan pilih pekerjaan Anda, atur waktu pengerjaannya dan jalankan secara disiplin. Kapan balas Email. Kapan buat laporan. Kapan diskusi. Kapan bersosialisasi dengan rekan kerja.
Semoga Allah memudahkan kita semua dalam menjalankan semua amanah yang terus menumpuk minta dituntaskan. Amin YRA.
Indrawan Nugroho
Business Innovator
CEO CIPTA Consulting
Catatan: Tulisan diatas saya adopsi dari buku DNA SuksesMulia yang saya tulis bersama Farid Poniman dan Jamil Azzaini (Gramedia, 2010).
Informasi training: hubungi Murni di 021-781-3030 atau 082-111-999-022
Subscribe Video Motivasi Jamil Azzaini di Youtube Channel Kubik Leadership[/fusion_builder_column][/fusion_builder_row][/fusion_builder_container]