Memperhatikan Feedback
- 14/09/2022
- Posted by: Kubik Leadership
- Category: Articles
Sering kali orang menyangka bahwa ia harus mau menerima feedback agar mau bertumbuh. Apa iya? Apakah menolak feedback selalu tidak baik?
Kebayang ga kalau ada orang yang selalu menerima feedback dari orang lain? Saya kasih contoh gambarannya. Sasa dapat feedback dari temannya bahwa dia lebih bagus kerja di bidang kreatif, karena dia punya banyak ide. Sasa akhirnya milih kerja di EO dan keluar dari kerjaannya sebagai guru. Pas udah kerja di EO, dia dapat feedback lagi dari bosnya kalau dia cocok jadi model karena penampilanya bagus.
Sasa pun sepakat dengan bosnya dan keluar dari EO. Sekali dua kali jadi model, Sasa pindah kerja lagi jadi sekretaris karena dia dapat feedback dari orang tuanya, kalau dia lebih pas kerja kantoran. Ketika ditanya, Sasa sendiri maunya aja, dia juga bingung. Dia setuju saja dengan semua feedback dan mengikutinya. Ternyata itu malah membuat dia ga punya rencana karier dan muter-muter aja.
Dalam situasi yang berbeda, kita bisa jadi kaya Sasa. Kita ketemu banyak feedback yang berbeda tentang hal yang sama. Wajar banget. Lain kepala, lain pula isinya. Setiap orang punya perspektifnya masing-masing. Jadi gimana? Apakah harus menolak mentah-mentah atau mengabaikan feedback? Kalau kaya gitu, kita bisa jadi stuck dengan sudut pandang sendiri dan ga berkembang.
Saat dikasih feedback, yang perlu dilakukan sebenarnya cukup bersedia memperhatikan. Tidak ada keharusan untuk menerima feedback. Kita memiliki PILIHAN.
Bila kita menemukan bahwa feedback itu membuka kesadaran saya, membawa saya melangkah maju, membantu saya mencapai hasil yang saya inginkan, saya bisa memilih untuk menerimanya.
Saya pun bisa memilih untuk menolak bila saya menemukan bahwa feedback itu tidak tepat dengan kondisi saya saat ini atau memang tidak selaras dengan tujuan yang mau saya raih.
Menerima tanpa benar-benar mendengarkan bisa berarti saya sekedar menyenangkan orang lain, atau sebenarnya saya tidak paham dengan apa yang saya inginkan sehingga membiarkan orang lain yang mengatur bagaimana saya seharusnya. Menolak tanpa benar-benar mendengarkan membuat saya merasa orang paling benar dan akhirnya justru tidak berkembang.
Kadang kala, kita langsung menerima feedback atau justru menolaknya semata karena dipengaruhi oleh penyampaiannya. Kita langsung melabel feedback itu positif ketika disampaikan dengan cara yang manis, dengan puja-puji, dan sesuai dengan apa yang sudah kita pikirkan.
Sementara ketika feedback-nya disampaikan dengan cara yang kurang menyenangkan atau karena bertolak belakang dengan pandangan pribadi kita, maka kita dengan segera melabel feedback itu negatif.
Sebenarnya tidak ada feedback positif dan negatif. Feedback hanyalah informasi yang netral. Pikiran dan perasaan dalam dirilah yang kasih label positif dan negatif. Ketika saya mendapatkan feedback “kamu kelihatan lebih tua dari usiamu.” Bagi saya itu positif. Wajah lebih tua memberi kesan dewasa yang oke untuk profesi saya. Bagi orang lain, bisa jadi itu terkesan negatif. Misalnya untuk selebritis yang ingin terus terlihat awet muda.
Daripada menyibukkan diri menilai apakah sebuah feedback terasa positif dan negatif, apakah penyampaiannya membuat saya nyaman atau tidak nyaman, saya dapat memilih untuk memperhatikan secara jernih apa maksud dari feedback tersebut dan bagaimana hal itu dapat bermanfaat untuk perkembangan saya.
Dewi Ashuro
Rising Star Partner
Career Development Program Trainer & Coach
FB Page: Career Development Program with Dewi Ashuro (@yourcareerpartner)