Monday Knowledge: Anda-kah Orang yang Kurang Liburan?
- 21/11/2022
- Posted by: Kubik Leadership
- Category: Articles
Kubik Leadership / Lead for Impact
Goodbye December 2019 and welcome January 2020!
Masa akhir tahun yang disertai sejumlah hari libur di bulan Desember baru saja kita lewati. Bagaimana dengan Anda? Apa saja aktivitas yang Anda lakukan selama masa liburan kemarin? Berlibur besama keluarga? Mengunjungi kerabat dan sanak keluarga? Menghabiskan waktu dengan teman dan sahabat? Melakukan solo trip ke tempat-tempat yang menarik? Atau yang lainnya?
Apapun pilihan aktivitas berlibur yang Anda lakukan, semoga bisa memberikan suntikan semangat untuk bisa menjalani hari-hari di tahun 2020 dengan lebih positif dan semangat. Karena nyatanya memang, ibarat handphone yang perlu di-charge, diri kita pun memerlukan waktu untuk me-recharge energi sehingga kita mampu untuk kembali beraktivitas dengan kekuatan maksimal.
Ya, pada faktanya sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa liburan dapat memberikan dampak-dampak positif pada karyawan. Dan lebih lanjut, hal ini akan memberikan dampak positif pula bagi perusahaan. Seperti dalam sebuah riset yang dikutip oleh Shawn Achor dalam bukunya The Seven Principles of Positive Psychology That Fuel Success and Performance at Work (Crown Business, 2010), dituliskan bahwa liburan dapat membuat otak bekerja lebih positif, produktivitas meningkat sebesar 31%, penjualan meningkat 37%, lalu angka kreativitas dan revenue meningkat hingga tiga kali lipat. Wow!
Pantas saja ya jika ada seorang karyawan yang uring-urungan dan produktivitasnya menurun, kerap dijuluki kurang liburan oleh rekan-rekannya. Hmm… iya apa iya?
Namun demikian pada faktanya memang tidak semua karyawan memutuskan (baik disadari sepenuhnya maupun tidak) untuk berlibur. Mengapa demikian? Berdasarkan survey yang dilakukan di tahun 2017 oleh Glassdoor kepada para pekerja di Amerika Serikat, secara garis besar ada tiga kelompok alasan yang menyebabkan seseorang mengurungkan niatnya untuk berlibur. Tiga kelompok alasan tersebut adalah rasa takut (fear), rasa bersalah (guilt), dan tekanan di tempat kerja (workplace pressures). Lebih rincinya, berikut ini sejumlah alasan yang muncul di tiga kelompok alasan tersebut.
1. Rasa Takut (FEAR)
• Beban kerja yang terlalu besar dan tidak ada seorang pun di perusahaan yang bisa menggantikan apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya.
• Khawatir terlewat dalam proyek, keputusan atau meeting penting yang wajib ia hadiri/ikuti.
• Takut tidak bisa membiayai liburan, jadi lebih baik tidak usah berlibur.
2. Rasa Bersalah (GUILT)
• Merasa bersalah meninggalkan kantor terlalu lama sehingga bisa menyebabkan anak buah merasa kehilangan atau kewalahan.
• Merasa bersalah karena secara pribadi bisa membiayai liburan untuk diri sendiri (dan keluarga) ketika banyak orang di kantor tidak mampu untuk membiayai liburan mereka.
3. Tekanan di Tempat Kerja (WORKPLACE PRESSURE)
• Sejumlah besar karyawan merasa ragu apakah perusahaan memang betul-betul menginginkan agar mereka menggunakan seluruh hari libur yang mereka miliki. Mereka bahkan merasa khawatir bahwa mengambil waktu berlibur sama dengan menunjukkan kurangnya dedikasi terhadap tugas dan tanggungjawabnya di pekerjaan. Hal ini kemudian membuat karyawan urung untuk menggunakan semua waktu libur yang menjadi haknya (61% membiarkan waktu liburannya tidak terpakai).
• Faktanya, sekalipun mereka secara fisik jauh dari kantor, sejumlah karyawan tetap diharapkan untuk memeriksa dan membalas email, berpartisipasi secara virtual dalam rapat, dan memeriksa pesan suara. Jadi mengapa menggunakan waktu liburan, jika itulah (bekerja jarak jauh) yang nyatanya harus dilakukan?
Lebih lanjut, terkait dengan kelompok alasan WORKPLACE PRESSURE, jika Anda tengah mengalaminya, saran saya berhati-hatilah. Mengapa demikian? Karena menurut Mark Gorkin, seorang ahli dan konsultan ketahanan stres di Columbia, Md., ia menyebutkan bahwa workplace pressure yang berangkat dari budaya kerja “selalu-on” selama 24/7 dapat berakibat pada burnout alias lelah dan stress yang bisa berdampak negatif bagi karyawan. Hmm… semoga kita tidak termasuk di dalamnya ya.
Nah, setelah mengetahui fakta mengenai dampak ‘sudah berlibur’ dan ‘enggan liburan’ di atas, kira-kira Anda masuk ke dalam kelompok yang mana? Semoga saja Anda termasuk dalam kelompok karyawan yang bisa mengambil waktu untuk berlibur sejenak dan kemudian bisa menuai manfaat-manfaat bagi diri Anda, peran-peran yang Anda jalani, dan tempat kerja Anda.
Kalaupun Anda belum sempat berlibur, yuk segera luangkan waktu untuk segera time-off. Dan sstt… sekedar tips untuk Anda, liburannya tidak perlu yang mahal-mahal dan jauh-jauh. Juga tidak perlu lama-lama hingga menghabiskan waktu lebih dari semingggu. Anda bisa tetap melakukan liburan dengan cara menghabiskan waktu melakukan aktivitas yang Anda sukai. Bisa bersama dengan orang yang Anda sayangi, atau sendirian. Syaratnya satu, saat berlibur lepaskanlah diri Anda dari rasa takut dan rasa bersalah yang mungkin muncul. Dan sebelum berlibur, komunikasikanlah secara asertif kepada pihak-pihak terkait bahwa Anda akan sangat menghargai jika Anda tidak dilibatkan dalam aktivitas pekerjaan apa pun selagi Anda berlibur. Nah, untuk pilihan aktivitas maupun tempatnya, di zaman dengan melimpahnya informasi saat ini, saya yakin Anda bisa menemukan referensi yang efisien namun tetap kaya manfaat.
Salam sambut 2020 dengan semangat,
Salam SuksesMulia!