Kubik Leadership

Serangan Maut Teknologi Digital

Serangan Maut Teknologi Digital

Serangan Maut Teknologi Digital

Kubik Leadership / Innovate For Impact

Saat ini, perusahaan mati jauh lebih cepat. Hasil riset dari Innosight menunjukkan bahwa dulu di tahun 1955, rata-rata usia kematian perusahaan adalah 61 tahun. Sekarang ini, rata-rata usia kematian perusahaan turun drastis menjadi hanya 17 tahun saja. Apa penyebabnya? Apa yang membunuh perusahaan-perusahaan itu?

Teknologi digital. Itulah dia sang pembunuh maut.

Teknologi digital berkembang jauh lebih cepat melampaui kemampuan manusia untuk mengikutinya. Apalagi jika manusia ini terjebak dalam organisasi besar yang penuh birokrasi dan silos. Betapapun cerdasnya orang-orang itu, betapapun kayanya perusahaan itu, when you can’t keep up, digital technology will finally kill you.

Tentu saja, tidak semua perusahaan jadi korban teknologi digital. Sebagian dari mereka justru mampu memanfaatkan teknologi itu untuk memperkuat posisinya di pasar, memenangkan pelanggan, dan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.

Teknologi digital membuat dunia bisnis menjadi binary. One and Zero. Satu dan Nol. Menang dan Kalah. Penguasa dan terjajah. Superstar and everyone else. Pertanyaannya, Anda ada dimana? Atau lebih tepatnya, Anda akan ada dimana?

Maka siapapun Anda, apapun bisnis Anda, UKM atau perusahaan multinasional, sekaranglah saatnya Anda mengambil kesempatan untuk menguasai pasar. Caranya? Kuasai teknologi yang relevan dengan bisnis Anda, kemudian dongkrak value perusahaan Anda dengan kekuatan digital.

Mari kita belajar dari masa lalu. Teknologi digital berkembang dipicu oleh jaringan seluler yang semakin hebat. Lihat gambar. Itu adalah ilustrasi yang dibuat oleh NOKIA Bell Labs yang menujukkan evolusi teknologi jaringan dalam 25 tahun terakhir dan prediksinya untuk 10 tahun kedepan.

Teknologi GSM lahir di awal 1990. Teknologi ini memicu lahirnya internet bergerak. Kalau sebelumnya kita hanya bisa mengakses internet melalui kabel di rumah atau di kantor, maka saat itu kita bisa berinternet ria dimana saja selama masih ada dalam jangkauan jaringan GSM.

Teknologi itu membuat orang bisa mendapatkan informasi dimana saja dan kapan saja dengan cepat. Hal itu memicu perubahan perilaku pelanggan. Ekspektasi mereka terhadap penyedia bisnis menjadi lebih tinggi.

Bisnis dituntut untuk punya website yang bisa menyediakan informasi yang cepat, lengkap dan selalu terupdate. Ini adalah era konektivitas. Perusahaan yang terlambat membangun koneksi informasi dengan para pelanggannya mati.

Fast forward ke tahun 2000. Teknologi 3G lahir dan membuka jalan untuk era baru bagaimana kita mengkonsumsi informasi melalui internet. Mesin pencari semakin canggih. Google pun lahir. Diikuti dengan lahirnya beragam media sosial seperti MySpace dan Friendster.

Google memberi kekuatan pada pelanggan untuk mencari informasi secara lebih komprehensif sebelum membuat keputusan untuk membeli. Media sosial memberikan jalan bagi pelanggan untuk meminta rekomendasi dan berbagi pengalaman mereka atas sebuah jasa atau produk.

Website perusahaan tidak lagi menjadi sumber utama pengambilan keputusan membeli. Media sosial dan product review mengambil alih. Era keterlibatan (era of engagement) hadir. Bisnis tidak cukup memberikan informasi satu arah kepada pelanggannya. Mereka harus ‘ngobrol’, terlibat aktif dalam keseharian si pelanggan. Cara jualan berubah total.

Bisnis yang tidak melibatkan diri dalam percakapan di dunia maya tidak lagi dianggap relevan oleh pelanggan hingga akhirnya mati kesepian.

Tahun 2010 kemudian lahir teknologi LTE (Long-Term Evolution) atau 4G yang mampu mengirim data 10 kali lebih cepat dari teknologi 3G. Nonton video di internet jadi lancar. Video call jadi asyik. Lahirlah Netflix, layanan video streaming yang membangkrutkan Blockbuster, perusahaan rental video terbesar di Amerika.

Lahirlah Pandora, Spotify, Apple Music yang membuat orang lebih memilih menyewa musik daripada membeli. Dimasa inilah banyak model bisnis baru bermunculan. Semuanya ditopang oleh teknologi digital yang semakin canggih.

Hari ini kita melihat perkembangan teknologi semakin menggila. Wearable computer sudah banyak digunakan pelanggan. Drone jadi mainan sehari-hari. Kecerdasan buatan (artificial intelligence) ada di setiap gadget kita. Kota pun semakin cerdas, terima kasih pada teknologi Internet of Things yang sedang naik daun.

Ini adalah era transformasi. Hari ini kita menemukan bahwa asumsi-asumsi yang kita miliki atas industri ternyata salah. Maka saatnya kita bertanya. Bisnis saya ini sebenarnya apa sih? Siapa sebenarnya pelanggan saya? Apa yang mereka butuhkan? Apakah model bisnis saya ini masih relevan?

Memang belum semua teknologi yang saya sebut diatas sudah siap pakai. Tapi itu tinggal tunggu waktu saja. Tidak lama lagi semua itu akan jadi bagian tak terpisahkan dari keseharian kita. Standar ekspektasi pelanggan pun akan naik lebih tinggi lagi. Artinya, perusahaan-perusahaan yang tidak mengadopsi teknologi tersebut pada akhirnya juga akan mati.

Sebentar lagi akan hadir teknologi 5G yang akan memberikan “unlimited experience and instant action for everything”. Inilah masa dimana semua benda akan saling terhubung tanpa intervensi manusia. Inilah eranya Augmented Reality dan mobil yang bisa jalan sendiri.

Mungkin saat ini Anda berpikir, “bisnis saya aman kok”. “Industri saya jauh dari ancaman teknologi digital”. Jika memang kepikiran begitu, maka sebaiknya Anda mulai ngobrol sama teman-teman di Kompas Gramedia, atau mereka yang kerja di travel agent, di Taksi Blue Bird atau mereka yang punya toko di Mangga Dua.

Tapi apa memang perusahaan saya harus melakukan transformasi digital? Memang seperti apa contoh transformasi digital di industri saya? Bagaimana cara saya melakukan transformasi digital?

Daripada penasaran dan nggak gerak-gerak, saya sarankan Anda untuk hadir di Asia Corporate Innovation Summit (ACIS) 2017 yang akan diselenggarakan di Jakarta tanggal 29 November nanti. Disana akan hadir para pembicara kelas dunia dari mancanegara yang berasal dari industri yang berbeda.

Ada Kapil Kane (Head R&D Intel China), Neal Cross (Chief Innovation Officer, DBS Bank Singapore), Dave Lim (Digital Strategy Advisor, Danone), Handry Satriago (Chief Executive Officer, GE Indonesia) dan Andi Kristianto (VP Corporate Planning, Telkomsel Indonesia).

Selama satu hari penuh mereka akan jawab semua pertanyaan-pertanyaan Anda seputar Transformasi Digital, dari strategi hingga eksekusi. Informasi dan pendaftaran langsung aja klik www.cias.co/summit

Saya berdoa agar kita semua bisa jadi pemenang di era disrupsi digital ini. Tentu saja, sebelum melangkah berjuang, kita perlu mempelajari peta pertarungan yang sesungguhnya dan belajar bagaimana menaklukkan setiap tantangan yang menghadang.

Sampai jumpa di ACIS 2017!

 

Indrawan Nugroho
Business Innovation Consultant
Corporate Innovation Asia

Co-founder Kubik Leadership



1 Comment

Leave a Reply

Jawab Hitungan Ini :
9 * 4 = ?
Reload

Open whatsapp
1
Klik Chat Disini
Kubik Leadership Whatsapp
Salam SuksesMulia,

Terima kasih telah mengunjungi Kubik Leadership - HR partners specializing in Leadership and Personal Development.

Ada yang bisa kami bantu untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis Anda?

klik icon whatsapp dibawah ini.